dulu gue sempet kepikiran, kenapa orangtua begitu berkorban buat anaknya. kenapa mereka mau uang yang mereka hasilkan dihabiskan untuk keperluan anaknya? apakah mereka tidak sedikitpun merasa keberatan? merasa kerugian? merasa bahwa mereka memiliki piutang dari anaknya?

jawaban saya sejak lama itu terjawab ketika di acara mata najwa tadi, ibunya ade sara diundang dan beliau berkata kira2 begini: "dulu waktu sara masih ada, tiap saya gajian suka ngegodain, bilangnya dia mau nraktir padahal akhir2nya dia ngerayu saya buat bayar... ada aja caranya anak itu. setelah sara nggak ada, semangat saya kerja jadi sempat hilang. karena saya juga nggak tahu lagi kan biasanya saya kerja buat anak saya, terus setelah nggak ada, jadi buat apa..."

hhh... walopun gue belum menjadi orangtua, rasanya gue bisa memahami perasaan seperti itu sekarang. terlebih, gue juga menjadi agak seperti itu. walaupun bukan soal materi.

sewaktu sd-smp, gue sekolah karena merasa itu sebagai kewajiban gue, bukan hak gue.

sma, gue sekolah dan berusaha untuk mencapai prestasi dan nilai yang sebaik2nya (mungkin kalo lo se-sma sama gue, lo tau tentang ini).. but unfortunately, it was just for the sake of my own pride.

di kuliah, gue baru merasa... di sini nggak ada lagi yang namanya bangga-banggain diri buat diri sendiri. nggak ada lagi yang namanya nampang cuma demi dianggep "wah". gue melihat, baik gue dan temen2 di sekitar gue, berkuliah justru untuk orangtua mereka. kami ingin kuliah dan mendapatkan nilai yang baik untuk orangtua kami, bukan untuk kebanggaan diri kami.

well, gue... gue pengen cum laude, tapi entahlah. kalau itu terlalu tinggi untuk gue capai, minimal gue bisa lulus dengan nilai yg enggak malu2in. sampai saat ini pun, nilai gue masih sangat standar. tapi gue akan berusaha, buat selalu meningkatkan tanpa memaksakan diri.

kakak senior gue bilang, ip semester pertama biasanya adalah ip terbaik bagi warga psikologi. tapi gue akan coba, ip gue di semester pertama ini bukan ip gue yang paling bagus. gue akan coba sebisa mungkin ip gue di semester 2 dan seterusnya lebih bagus dari ip di semester pertama. may Allah bless me :)
mari kita buka sesi kali ini dengan mengenal istilah "learned helplessness". dari yang gue tangkap, learned helplessness adalah situasi ketika manusia maupun binatang belajar bahwa apapun yang ia lakukan tidak akan mencegah hasil yang buruk. ia tidak punya kendali untuk menghindari kesialan yang akan menimpalinya. ia berada dalam posisi ketidakberdayaan.

as example, lo belajar maupun nggak belajar nilai ulangan lo tetep jelek. lo merasa tidak punya kuasa untuk mengubah nilai yang jelek itu. dan pada akhirnya, lo, nggak melakukan apa-apa.

manusia, pada dasarnya, punya cita2. manusia harus memiliki motivasi. kalau tidak punya motivasi, sedapat mungkin ia berusaha untuk mencarinya.

dari sekian cita2 yang ada pada manusia, mungkin hanya beberapa yang bisa tercapai, dan sisanya tidak atau belum tercapai.

namun, bagaimana jika ia berada dalam posisi ketidakberdayaan? setiap kali bercita2, cita2nya selalu kandas.

apa sih kejadian buruk yang dapat dialami oleh manusia?

untuk anak kecil, seburuk2nya hal yang dapat ia alami misalnya saja: dimarahi oleh orang tua, berantem dengan teman sebaya karena punya tempat minum yang samaan, dan ngompol di celana lalu ditertawai oleh seluruh teman2nya.

untuk remaja, seburuk2nya hal yang dapat ia alami misalnya saja: masalah keluarga, ditambah di sekolah susah sekali untuk mendapatkan nilai bagus, merasa terasing dari pergaulan, merasa lawan jenis tidak mungkin tetarik padanya sekalipun ia sebenarnya penasaran dengan pengalaman pacaran-yang-agak-geli-itu, ngeliat temen2nya bisa beli barang branded sementara orangtuanya sangat pelit, dll. (i am a teenager so i know our problem very well :v)

untuk dewasa, seburuk2nya hal yang dapat ia alami tentu saja jauh lebih kompleks lagi. orang dewasa lah yang bertanggung jawab atas semua, mulai dari ekonomi, pangan, hingga kesalahan yang dilakukan anak pun menjadi konsekuensi yang harus mereka tanggung.

yang gue sebutkan tadi adalah masalah2 umum yang mungkin terjadi pada setiap orang. gue gak akan bahas tragedi yang gak semua orang pernah merasakan.

dan gue... hanya pengen bilang, bahwa nilai bagus, teman yang banyak, dan punya barang2 branded bukan jaminan lo akan bahagia.

manusia adalah makhluk yang penuh kecurigaan terhadap sesamanya selain ia juga tidak mudah bersyukur, rite?

anak orang kaya yang nilainya bagus2, dikelilingi oleh orang2 yang mengaku temannya dan sebenarnya hanya...... menjilat. dan dia sadar akan hal itu. apakah dia bahagia?

mungkin dia akan berpikir lebih baik dia menjadi murid yang biasa saja. yang tidak bernilai bagus tapi bisa menjalani sekolah dengan enjoy dan punya banyak teman yang tulus.

dan bukan berarti ketika si bintang kelas itu suatu saat menjadi orang biasa di lingkungan baru lantas dia akan bahagia. anak yang banyak teman namun nilainya biasa2 aja dan terlihat enjoy pun bisa saja sebenarnya mereka diam2 belajar dengan keras, mengharapkan nilai bagus, namun hasil yang mereka dapat selalu tidak sebanding dengan usaha mereka. sementara orang lain hanya dengan usaha yang sedikit bisa mendapatkan nilai lebih bagus dari mereka.

dan lebih parah lagi kalau... lo dapet nilai bagus nggak, punya temen yg bener2 bisa diandalkan juga nggak. well, you're in learned helplessness circle!

tapi, apa lo bener2 ga bisa berbuat apa2? apa lo bener2 nggak berdaya? nggak.

salah satu saingan gua sewaktu SMA dan satu2nya orang yang gak bisa gua kalahkan berhubung jurusan kita berbeda pernah bilang, "saat lo ngerasa nggak bisa jadi apa2, percayalah, lo masih bisa jadi orang baik."

yep, lo mau ngerasa diri lo paling buruk kek atau apa... tapi... yaudah. try to be kind.
lo jelek? iya. akuilah itu. gausah berusaha buat terlihat baik dengan nyari2 kambing hitam. ga usah nyari orang lain yg lebih jelek dari lo. gaperlu lagi jelek2in orang lain biar lo ngerasa tinggi.

instead, lo harus coba jadi baik! baik, ya, baik gimana? gue tau baik itu relatif banget. ya cobalah jadi baik yang umum2 aja. jadi orang yang mau membantu orang lain yang kesulitan...
jadi orang yang pemaaf...
jadi orang yang berusaha nggak nyakitin orang lain dengan kata2...
jadi orang yang sebisa mungkin berpikiran positif terhadap orang lain...
jadi orang yang dekat dengan orangtua dan Tuhan...
dengan lo berbuat baik, lo akan lupa bahwa diri lo jelek. lo akan nyaman dengan diri lo, sekalipun lo sadar lo berotak udang, lo loser dalam pergaulan, but at least, you never think to hurt others.
emang sih, kadang sekalipun kita ga punya niat nyakitin, kata2 yang keluar dari mulut kita ditangkepnya sebagai sebuah kata yang menyakitkan bagi orang lain.

tapi.....jangan nyerah. yang penting adalah, bagaimana niat lo sesungguhnya.

dan lagi, baik yang gue maksud adalah beda dari suci. orang baik, belom tentu suci.
emm, buat menyamakan persepsi. gue memandang orang suci itu sebagai orang yang gak tersentuh keburukan. biasanya orang kayak gitu emang dibimbing sama orangtuanya sejak kecil tentang gimana berperilaku. dan biasanya juga nggak banyak godaan buat dia buat nyoba hal2 negatif karena hidupnya cukup tentram.

dan menurut gue... orang baik yang menarik adalah orang yang udah nyobain segala macem dosa kemudian... ting! dia sadar dan kembali ke jalan yang lurus atau sedang dalam proses menuju jalan yang lurus.

orang yang udah nyobain segala macem dosa kemudian dia sadar itu lebih bijak daripada orang suci. itu menurut pengalaman gue sih.

ya misalnya aja, temen gue yang cewek dan suci yang ga pernah nyoba ngerokok cuma bakal ngejudge rokok tuh jelek lalalala ngerokok tuh ga boleh, ngerokok tuh parah. mereka ngomong banyak hal dengan kondisi mereka emang selama ini jauh dari rokok dan ga ada godaan buat mereka ngerokok karena dari awal mereka emang udah benci duluan.

beda sama temen gue yang mantan perokok. pernah jadi pecandu, terus berenti. terus dia ngomong, "ngerokok tuh ternyata ga bikin bahagia2 amat kok. rileksnya ngerokok juga fana banget. cobain ya ga usah ngerokok lagi lah." omongan kayak gitu, menurut gua lebih ada bobotnya. dia sempet kenal, dia sempet tau kalo ngerokok itu ada enaknya, dan ga sekedar menghakimi kalo itu salah padahal gatau apa2.

gue pokoknya banyak lah ketemu sama anak "bermasalah" yang justru bijak banget dibanding anak yang hidupnya tentram dan fun2 aja. mereka lebih punya banyak pengalaman dan pergolakan batin yg bisa mereka share ke orang yg mereka percaya, ea.

dan tolong jangan salah paham kalo tulisan ini nyuruh kalian jadi bandel, justru maksud gue, jangan mikir ada kata terlambat buat anak2 yg bandel, dan jangan nyudutin orang di sekitar kalian yg bandel. gue yakin, ada alesan yang lebih dalam bagi mereka yang ikut tawuran dan geng motor daripada sekedar ikut2an. dan jangan lah lo anggep mereka paling buruk kalo lo hanya bisa berkomentar tapi lo sendiri ga ngasih kontribusi apapun buat meminimalisir angka kenakalan yang tinggi itu di inodonesia. cemoohan dan labelling ga akan membantu, guys. justru hanya akan membuat orang2 seperti itu merasa semakin buruk dan pada akhirnya ingin memberontak lebih gila lagi.
sebenarnya, cukup mudah mengenali anak UI di dalam sebuah gerbong kereta. mereka memiliki ciri atau bau yang khas. tapi kalo lo masih susah mengenali siapa anak UI yang satu gerbong dengan lo, liat aja siapa yang turun di stasiun universitas indonesia atau stasiun pondok cina.

sebenarnya yang di atas bukan main topicnya. tapi kadang2, gue suka merasa, ketika sebagian kecil masyarakat yang ada di dalam gerbong kereta itu menyaksikan kami, para mahasiswa ui yang turun di stasiun kampus kami, mereka seperti menatap mahasiswa ui itu seperti....... entahlah. entah, karena bukan cuma satu rasa saja. ada rasa seperti mereka menilai kami. menilai baik atau buruk, itu... entahlah.

apa yang masyarakat pikir terhadap mahasiswa ui? sekelompok pemuda yang berusaha meninggikan statusnya? meninggikan statusnya menggunakan nama UI yang terpandang? mungkin ada yang begitu. ya pasti ada yang begitu. karena gue pun sudah nggak terhitung berapa kali ngedenger sesama mahasiswa UI yang ngomong gini depan gue: "lo kalo ngelamar kerja bawa nama UI mah udah beres deh."

entah itu maksudnya dia merasa lega dengan numpang nama di UI apa gimana.

tapi gue cuma mau menegaskan, nggak semua mahasiswa UI kayak begitu kok. beberapa contohnya, bakal gue paparin di bawah ini...


yang pertama, seorang kawan dari Fakultas Kedokteran UI. dia mengaku, nggak terlalu mikirin mau kuliah di UI apa bukan. yang penting FK. buktinya, waktu SNMPTN dia milih FK Unair. tapi taunya ga dapet. pas SBMPTN, dia milih FK UI dan UNPAD biar deket masih terjangkau dari rumahnya di bekasi. akhirnya dapet di UI, yaudah dia masuk UI.

alasan dia milih FK ini sebenernya cukup romantis. jadi, sejak SMP, dia kenal dengan seorang cewek. Cewek ini juga satu SMA dengan dia. hubungan mereka cukup mencurigakan untuk dibilang "cuma sekedar teman". semua orang yang kenal mereka udah pada gemes pengen mereka jadian, tapi mereka ga jadian2 karena mereka mikir "nggak sesimpel itu.". mereka juga ga selalu bareng, tapi sekalinya ada sesuatu di antara mereka, yaaa gitu deh. jadi bahan gosip secara luas.

(to be honest, i know what they feel #uhuk)

nah, temen gue yang anak FK ini sama cewek itu sama2 masuk UI padahal ga janjian haha. tapi ceweknya bukan FK deng lupa di mana. oke, langsung aja, alasan temen gue milih FK adalah karena dia pengen meyakinkan cewek itu bahwa dia adalah pendamping yang tepat buatnya eaaaaa~~~~ menurutnya, profesi dokter adalah sosok suami ideal (?) yang bisa melindungi dan mengayomi keluarga. pokoknya dia mau usaha biar bisa lulus, dapet gelar profesi dokter, terus langsung lamar cewek itu. (ah, kalian... semoga sukses ya rumah tangganya)


kedua, seorang anak Teknik Mesin UI. singkatnya, dia juga hampir mirip2 ama yang di atas. bedanya, dia belom nemu cewek yang spesifik yang pengen dia lamar. dia hanya berpendapat sebagai cowok, ngerti mesin itu adalah hal yang wajib. seenggaknya kalo peralatan di rumah rusak kan dia bisa diandelin sama keluarganya #eaaa


kemudian, beberapa dari anak psikologi ui. ini yang paling banyak gue temuin yang unik2.
ada yang masuk psiko karena pengen jadi menantu idaman.
ada yang masuk psiko karena adiknya suka pengen bunuh diri dan dia pengen nolong adiknya itu
ada yang masuk psiko karena keluarganya broken home dan pengen ngembaliin keutuhan keluarganya.
ada yang masuk psiko karena dia dulu pernah dizolimi seseorang karena penyakit jiwa yg diderita oleh orang yang menzoliminya itu, dan dia pengen nyegah hal itu terulang kembali pada orang lain.


gue bisa menyimpulkan, nggak semua anak UI think high tentang prestise yang mereka raih setelah berhasil masuk UI. mereka masih mikirin orang2 yang berarti buat mereka di dunia ini, dan mereka nggak mau sukses cuma buat mereka doang. mereka nggak mau suksesnya mereka itu buat disombongin ke orang lain, tapi mereka pengen orang lain ikut bahagia dengan kesuksesan mereka dan bisa ngambil manfaatnya.

dan begitulah, menurut gue manusia menjadi manis ketika mereka ingin sukses bukan hanya demi dirinya sendiri, tapi juga demi orang lain.
Next PostNewer Posts Previous PostOlder Posts Home