Baru saja tadi, aku kepikiran
untuk kembali ke diriku di masa lampau
Ya. Merasakan masa kecil sekali lagi.
Menurutku masa kecil adalah masa yang indah, penuh mimpi, penuh harapan, penuh keceriaan yang tidak dibuat-buat.
Tapi masalahnya, kalau aku diizinkan untuk kembali ke masa lalu, apakah aku akan meminta agar otakku tetap seperti sekarang atau meminta agar otakku diubah menjadi otak anak kecil juga?
Kalau menggunakan otak yang sekarang, aku pasti dapet nilai bagus mulu (bukannya sombong.......yaiyalah, pelajaran sd pakai otak anak sma itu.....gausah dipermasalahkan lagi). Hanya saja, kalau menggunakan otak anak kecil, itu akan lebih asik. Aku suka anak kecil. Dia nggak berpikir secara logis, dan itu nilai plusnya. Justru orang dewasa yang selalu berpikiran logislah yang aneh, menurutku. Padahal, di dunia ini nggak semuanya bisa dijelaskan menggunakan logika. Hal gaib itu ada. Dreamland is still exist.
Lalu tiba-tiba, aku teringat pada kenanganku di masa kecil. Sekitar kelas 3 sd....mungkin 4 sd. Aku pernah menulis surat untuk diriku di masa depan. Pada sebuah lembaran loose leaf berwarna biru yang kutaruh di binder. Surat itu sudah hilang sekarang. Sebenernya nggak jelas sih kapan hilangnya. Soalnya, seselesainya aku nulis surat itu, langsung kucabut dari binder, kumasukan amplop, dan kutaruh di dasar laci buku pelajaran. Niatnya akan kubaca ketika aku berumur dua puluh tahunan. Namun ironinya, waktu aku pindahan dari Bandung, surat itu kayaknya termasuk kertas-kertas sampah yang dibuang.
Walau masih ingat sedikit isi suratnya, aku tetap saja ingin sungguh-sungguh membaca surat itu. Pasti aku akan tertawa mendapati tulisanku waktu kelas 4 sd sama sekali tidak berubah hingga sekarang. Bukan. Bukan dari kelas 4. Tulisanku kelas 1 sd dengan yang sekarang bahkan masih bisa dibilang mirip.
Kalau sekarang aku adalah seorang yang punya obsesi tinggi terhadap kesuksesan di masa depan (dalam arti, aku menginginkan kemakmuran, mungkin juga harta yang berlimpah...hmm....aku juga manusia), sedangkan di suratku waktu kecil itu....aku ingat sekali apa harapanku waktu dulu pada diriku di masa depan.
Aku di masa kecil hanya menginginkan diriku untuk menjadi orang baik. Aku ingin sukses menjadi orang baik. Bukannya sukses dapet pekerjaan yang hebat.
Di surat itu aku tidak takut jika di masa depan, aku menjadi orang miskin. Kalimat yang paling aku ingat di dalam surat itu adalah: "Hei, kalo kakak jadi orang miskin nantinya.....berpuasalah setiap hari!". Benar-benar pikiran polos anak kecil bukan? Aku kangen diriku bisa berpikir kayak gitu. Bukannya kayak sekarang. Aku mulai berlogika kalo puasa sebulan penuh itu mustahil bangetbangetbangetbanget. Kepercayaanku terhadap mimpi kian memudar.
Hal kedua yang paling aku ingat selanjutnya adalah pertanyaan dari diriku di surat itu......."Gimana kak? Udah bisa buat berapa komik?". Yeah, dulu cita-citaku bener-bener pengen jadi komikus. Dari kelas 3 sd, aku udah rajin menuh-menuhin buku tulis dengan komik amatir. Aku bersemangat membuatnya, karena aku pikir suatu saat aku memang akan jadi komikus beneran. Itu dulu....ketika aku masih bermimpi. Sekarang? Logikaku mengatakan nggak mungkin aku jadi komikus. Komik buatan orang Indonesia pasti kalah pamor dibanding komik-komik dari Jepang yang udah terkenal mutunya. Lagipula, I have no time! Tugas. Tugas. Tugas.
Selalu itu yang jadi halangan. Cara gampangnya, aku ganti cita-cita. Impian jadi komikus udah kubuang......entah sejak kapan.
Di surat itu, aku memohon pada diriku untuk memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain padaku. Di surat itu, aku memohon untuk tidak menjadi orang yang sombong dan gak pedulian sama orang lain. Di surat itu, aku memohon untuk tidak menyakiti hati orang-orang di sekitarku. Di surat itu, aku memohon untuk menjaga benar-benar diriku. Karena sejak dulu, aku memang gampang sakit. Dan aku gak suka sakit. Sedangkan sekarang, aku mulai jarang sakit.....dan malah pengen sakit. Supaya nggak usah masuk sekolah. Sekolah jadi tempat yang agak membosankan buatku sekarang. Formalitas. Status belaka.
Diriku yang sekarang, dibanding diriku yang dulu.....bagaikan dua sisi batu yang berbeda. Kami saling bertolak belakang. Padahal itu sama-sama amirabudimutiara juga. Cuma beda....berapa tahun. Kelas 4 SD, itu sekitar umur 10 tahun lah ya, dan sekarang, aku 16 tahun. Hanya dalam waktu 6 tahun, aku berubah begitu drastis. Kenapa ya? Mungkin aku salah baca buku. Mungkin aku salah bergaul. Mungkin aku salah menata pikiranku. Mungkin aku salah dalam menilai dunia.
Dan mungkin lagi, ini emang udah kodratnya kayak gini. Akhil balig......udah bisa bedain mana salah mana bener. Sekaligus udah bisa bedain mana mimpi mana realita. Jadi orang baik di masa kecil itu gampang, sedangkan orang baik ketika dewasa....itu yang susah. Yah, nggak ada salahnya kok usaha. Walopun susah, banyak juga kan orang dewasa yang baik.
Maafin aku ya...........diriku di masa kecil.
Dari dirimu di 6 tahun mendatang.
untuk kembali ke diriku di masa lampau
Ya. Merasakan masa kecil sekali lagi.
Menurutku masa kecil adalah masa yang indah, penuh mimpi, penuh harapan, penuh keceriaan yang tidak dibuat-buat.
Tapi masalahnya, kalau aku diizinkan untuk kembali ke masa lalu, apakah aku akan meminta agar otakku tetap seperti sekarang atau meminta agar otakku diubah menjadi otak anak kecil juga?
Kalau menggunakan otak yang sekarang, aku pasti dapet nilai bagus mulu (bukannya sombong.......yaiyalah, pelajaran sd pakai otak anak sma itu.....gausah dipermasalahkan lagi). Hanya saja, kalau menggunakan otak anak kecil, itu akan lebih asik. Aku suka anak kecil. Dia nggak berpikir secara logis, dan itu nilai plusnya. Justru orang dewasa yang selalu berpikiran logislah yang aneh, menurutku. Padahal, di dunia ini nggak semuanya bisa dijelaskan menggunakan logika. Hal gaib itu ada. Dreamland is still exist.
Lalu tiba-tiba, aku teringat pada kenanganku di masa kecil. Sekitar kelas 3 sd....mungkin 4 sd. Aku pernah menulis surat untuk diriku di masa depan. Pada sebuah lembaran loose leaf berwarna biru yang kutaruh di binder. Surat itu sudah hilang sekarang. Sebenernya nggak jelas sih kapan hilangnya. Soalnya, seselesainya aku nulis surat itu, langsung kucabut dari binder, kumasukan amplop, dan kutaruh di dasar laci buku pelajaran. Niatnya akan kubaca ketika aku berumur dua puluh tahunan. Namun ironinya, waktu aku pindahan dari Bandung, surat itu kayaknya termasuk kertas-kertas sampah yang dibuang.
Walau masih ingat sedikit isi suratnya, aku tetap saja ingin sungguh-sungguh membaca surat itu. Pasti aku akan tertawa mendapati tulisanku waktu kelas 4 sd sama sekali tidak berubah hingga sekarang. Bukan. Bukan dari kelas 4. Tulisanku kelas 1 sd dengan yang sekarang bahkan masih bisa dibilang mirip.
Kalau sekarang aku adalah seorang yang punya obsesi tinggi terhadap kesuksesan di masa depan (dalam arti, aku menginginkan kemakmuran, mungkin juga harta yang berlimpah...hmm....aku juga manusia), sedangkan di suratku waktu kecil itu....aku ingat sekali apa harapanku waktu dulu pada diriku di masa depan.
Aku di masa kecil hanya menginginkan diriku untuk menjadi orang baik. Aku ingin sukses menjadi orang baik. Bukannya sukses dapet pekerjaan yang hebat.
Di surat itu aku tidak takut jika di masa depan, aku menjadi orang miskin. Kalimat yang paling aku ingat di dalam surat itu adalah: "Hei, kalo kakak jadi orang miskin nantinya.....berpuasalah setiap hari!". Benar-benar pikiran polos anak kecil bukan? Aku kangen diriku bisa berpikir kayak gitu. Bukannya kayak sekarang. Aku mulai berlogika kalo puasa sebulan penuh itu mustahil bangetbangetbangetbanget. Kepercayaanku terhadap mimpi kian memudar.
Hal kedua yang paling aku ingat selanjutnya adalah pertanyaan dari diriku di surat itu......."Gimana kak? Udah bisa buat berapa komik?". Yeah, dulu cita-citaku bener-bener pengen jadi komikus. Dari kelas 3 sd, aku udah rajin menuh-menuhin buku tulis dengan komik amatir. Aku bersemangat membuatnya, karena aku pikir suatu saat aku memang akan jadi komikus beneran. Itu dulu....ketika aku masih bermimpi. Sekarang? Logikaku mengatakan nggak mungkin aku jadi komikus. Komik buatan orang Indonesia pasti kalah pamor dibanding komik-komik dari Jepang yang udah terkenal mutunya. Lagipula, I have no time! Tugas. Tugas. Tugas.
Selalu itu yang jadi halangan. Cara gampangnya, aku ganti cita-cita. Impian jadi komikus udah kubuang......entah sejak kapan.
Di surat itu, aku memohon pada diriku untuk memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain padaku. Di surat itu, aku memohon untuk tidak menjadi orang yang sombong dan gak pedulian sama orang lain. Di surat itu, aku memohon untuk tidak menyakiti hati orang-orang di sekitarku. Di surat itu, aku memohon untuk menjaga benar-benar diriku. Karena sejak dulu, aku memang gampang sakit. Dan aku gak suka sakit. Sedangkan sekarang, aku mulai jarang sakit.....dan malah pengen sakit. Supaya nggak usah masuk sekolah. Sekolah jadi tempat yang agak membosankan buatku sekarang. Formalitas. Status belaka.
Diriku yang sekarang, dibanding diriku yang dulu.....bagaikan dua sisi batu yang berbeda. Kami saling bertolak belakang. Padahal itu sama-sama amirabudimutiara juga. Cuma beda....berapa tahun. Kelas 4 SD, itu sekitar umur 10 tahun lah ya, dan sekarang, aku 16 tahun. Hanya dalam waktu 6 tahun, aku berubah begitu drastis. Kenapa ya? Mungkin aku salah baca buku. Mungkin aku salah bergaul. Mungkin aku salah menata pikiranku. Mungkin aku salah dalam menilai dunia.
Dan mungkin lagi, ini emang udah kodratnya kayak gini. Akhil balig......udah bisa bedain mana salah mana bener. Sekaligus udah bisa bedain mana mimpi mana realita. Jadi orang baik di masa kecil itu gampang, sedangkan orang baik ketika dewasa....itu yang susah. Yah, nggak ada salahnya kok usaha. Walopun susah, banyak juga kan orang dewasa yang baik.
Maafin aku ya...........diriku di masa kecil.
Dari dirimu di 6 tahun mendatang.
0 comments:
Post a Comment